Membuka sebungkus mi instan

Beberapa minggu ini saya lumayan kerja ekstra memperbaiki dan membenahi sistem produksi saya untuk semester depan. Beberapa sistem alat bermasalah, hingga perlu mengganti dengan sistem yang baru, instalasi baru.

Salah satu efek transisi ini adalah saya perlu belajar kembali beberapa software yang baru di OS yang baru pula. Salah satunya ini, EdrawMind (Wondershare MindMaster). Ada banyak potensi cerita dari software ini, antara lain berasal dari template dan contoh-contoh penggunaan yang sudah disediakan.

Salah satunya yang ini, tentang risk management.


Ini menarik, misalnya tentang praktik/penerapannya. Katakanlah saja tentang mi instan. Saat memasak mi instan, ada beberapa risiko yang mungkin saja mencelakakan diri dan benda. Tetapi coba bayangkan kalau saya hendak memasak satu bungkus mi instan, lalu saya perlu membuat sebuah mind map yang rinci untuk setiap kemungkinan dan faktor risiko. Betapa ribetnya, apalagi kalau setiap kali akan memasak sebungkus mi, setiap kali pula saya harus drill down semua kemungkinan bahaya yang mungkin terjadi.

Untuk lingkungan operasi yang terkendali dan dalam kondisi yang normal, bisa disebut bahwa upaya seperti ini membuang sumber daya yang bisa dipakai untuk keperluan lain. Tapi apa jadinya kalau 'manajemen risiko' untuk memasak sebungkus mi instan di dapur sendiri dalam kondisi normal dan tenang ini menjadi kebiasaan dibawa sampai pada kegiatan membangun pabrik mi instan atau untuk mengelola operasi pabrik berskala besar itu? Bahaya.

Di sinilah 'seninya' yang memang susah dalam tataran praktik yang berkaitan dengan kebiasaan, sebut saja bias. Karena itu komandan pertempuran yang baik belum tentu cocok sebagai komandan peperangan. Begitu juga sebaliknya, perlu pelatihan, pembiasaan dan transisi. 

CODING

Mahasiswa yang belajar coding  biasa akan mengalami kejengkelan saat diminta membuat terlebuh dahulu kerangka program sebelum melakukan pemrograman. Biasanya diminta membuat diagram alir (flowchart) atau diagram bentuk lain yang sepadan. Ini mirip dengan kegiatan memasak sebungkus mi instan tadi. Terlalu banyak persiapan yang dilakukan sebelum eksekusinya. Lalu mengapa dilakukan?

Langkah itu menjadi standar pembelajaran di dunia karena memang bersesuaian dengan tujuan pelatihannya. Benar pada saat itu, saat kode-nya masih di bawah ratusan baris, kerja persiapan menjadi lebih banyak daripada eksekusinya sendiri. Tetapi pelatihan itu bertujuan untuk melatih 'otot' kebiasaan. Mulainya memang hampir selalu dari tahap yang masih sederhana. Nanti tiap aspek kerumitan ditambah secara bertahap. Mereka diharapkan punya 'insting' untuk setidaknya berpikir dalam kerangka (framework), lebih bagus lagi kalau memiliki kemampuan lebih untuk nantinya sampai di tahap mampu membuat sendiri kerangka yang juga diakui dan dimanfaatkan oleh orang lain.

Bisa dipelajari dari pendapat para praktisi developer dunia bagaimana perbedaan antara manajemen risiko basis kode kecil dengan yang besar. Kalau ada waktu ada banyak sumber perbandingan di YouTube atau yang berbasis tulisan di Internet, yang bisa ditemukan. Semakin besar risiko, semakin diperlukan kerangka yang dirancang dan dibangun dengan baik.

BATU BATA

Contoh favorit saya yang lain adalah tentang batu bata, yang disusun diatur menjadi tembok. Adalah satu kehebatan bagi seseorang yang terampil memindahkan sejumlah besar batu bata dalam waktu yang singkat. Begitu pula dengan kecepatan membangun tembok dari susunan bata itu. Menarik untuk dilihat mata dan bisa jadi sensasional. Tetapi, kecuali dalam kontes terbatas, semua keunggulan itu menjadi tidak banyak gunanya kalau batu bata ditempatkan di tempat yang salah.

Bisa saja beberapa kali dalam kondisi darurat, batu bata itu diturunkan dari truk ditumpuk secara cepat dengan target agar tuknya bisa segera pergi. Tapi, kalau kemudian sampai melebar menutupi sebagian jalan raya sampai mengganggu lalu lintas, bagaimana? Lalu bata itu dipindahkan lagi, ternyata ke halaman pekarangan yang lebih jauh dari proyek yang seharusnya. Cepat, tidak selalu menjadikannya bermanfaat bukan?

Itu baru tentang tumpukan, belum lagi tentang letak dan bentuk dinding bangunan. Untuk bentuk yang umum, banyak tukang terampil yang bisa menyelesaikan dari awal sampai akhir. Tapi semakin rumit bentuk bangunan, terutama yang bentuknya tidak begitu umum, diperlukan keahlian lain selain (misalnya) kecepatan memindah tumpukan batu bata itu tadi.

Jasa seorang arsitek mungkin diperlukan untuk gedung-gedung/bangunan tertentu. Apakah arsitek tadi memerlukan skill set yang sama persis dengan tukang atau pembantu tukang? Bagaimana jika arsitek itu ternyata kalah jauh dalam kecepatan dan volume pemindahan batu bata dari para tukangnya? Apakah itu menjadi aib bagi sang arsitek? 

Analogi lain bisa dimbil dari dunia sepak bola, para manajer klub sepak bola top dunia. Apa mereka sendiri mampu untuk menggiring bola sampai menjadi gol? Belum tentu. Bahkan untuk berlari pun mereka belum mampu lebih baik daripada para pemainnya. Beberapa pelatih top bahkan sebelumnya bukan pemain sepak bola. Lalu apakah menjadikan para manajer itu less capable sebagai manajer? Tentu tidak.

Semua manajer perlu para pemain untuk mewujudkan skema permainan dan strategi. Untuk itu dia bahkan masih dibantu lagi oleh para pelatih dan anggota tim lainnya. Manajer sepak bola dan arsitek berurusan dengan gagasan, dengan konsep, dengan strategi. Untuk mewujudkannya, diperlukan orang lain yang terlibat, tergantung pada skala pekerjaan. 

Begitu pun tentang risiko, di level itu pengelolaan risiko akan berbeda dengan level di bawahnya. Yang berada di level itu perlu memiliki bird's eye level. Kecuali, lagi, di lingkup kegiatan yang kecil, mirip seperti membuka dan memasak sebungkus mi instan tadi.

RANGKAIAN ELEKTRONIK

Setiap rangkaian elektronik memiliki potensi risiko. Begitu pun dalam setiap tahapannya, dari desain, simulasi, prototipe, sampai produksi. Masing-masing skala sistem rangkaian memiliki tingkat upaya yang sesuai untuk mengatasi risiko. 

Sama seperti saat belajar coding belajar rangkian elektronika pun perlu kesabaran. Karena umumnya tidak dilatih hanya untuk berurusan dengan rangkaian yang berisi dua atau tiga komponen saja. Sekalipun tidak sangat rumit, latihan dilakukan untuk setidaknya dapat memahami blok sistem yang lebih besar. Cara penanganan risikonya pun bisa berbeda antara satu sistem dengan sistem lain. 

Simak kembali analogi (perumpamaan) sebelumnya mengenai batu bata.  Sering, kita tidak perlu membuat sendiri semua rangkaian yang diperlukan. Sudah banyak sistem rangkaian yang dibuat dan dijual secara komersial yang diperuntukkan bagi banyak keperluan. Tetapi kita perlu memahami tentang kebutuhan dan konsep yang melatarinya. Ini bukan selalu soal seberapa cepat memindah batu bata (atau seberapa cepat merangkai komponen). Tetapi soal memahami konsep sistem, mengapa diperukan, bagaimana dasar operasinya.

Karena itu pola pikir dalam belajar tidak bisa selalu sama seperti saat menangani sebungkus mi instan tadi. Sama dengan bangungan gedung, dalam coding (termasuk pemrograman) dan dalam hal rangkaian elektronika terdapat arsitektur. Ada tata aturan bagian-bagian dalam sistem yang terhubung dan mempengaruhi satu sama lain. Bukan hal yang mudah untuk dipelajari.

BIAS

Beberapa hal yang menjadi seni dalam belajar itu adalah belajar membedakan antara mengikuti alur dengan membuat alur. Membuat dengan menjalankan, menjaga dengan mengubah, melestarikan dalam kondisi sama dengan memperbarui. Yang terbiasa di satu posisi punya bias yang agak sulit dihindari.

Kalau saya terbiasa membanggakan kecepatan saya memindah batu bata, maka bisa saja saya akan menganggap remeh kertas kalkir yang berisi gambar karya arsitek. Gedung dibangun dari kayu, batu bata atau beton, bukan kertas kalkir. Apalagi 'cuma' file Autocad yang bahkan tidak berwujud senyata kertas kalkir.

Cara berpikir seperti itu benar sampai tingkat tertentu, tetapi menjadi salah besar di tingkat berikutnya. Dalam di dunia engineering begitulah yang dipraktikkan. Tidak semua sama berada dalam lingkup kecil seperti membuka dan memasak sebungkus mi instan. Yang memang berat untuk dilakukan adalah melepaskan diri dari bias. Berpindah-pindah posisi itu lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Tapi cukup berharga untuk dicoba, setidaknya agar memiliki wawasan yang memadai untuk dapat terus belajar. 

DIKW

Ada banyak bagian cerita di dunia ini, dahulu, sekarang dan masa yang akan datang. Akan sangat sulit untuk melihatnya semua secara utuh dari satu titik atau di satu kesempatan. Seperti titik-titik yang akan bisa saling terhubung dengan bertambahnya data seiring waktu. Semoga tidak tersesat, nanti malah yang terlihat adalah unicorn.




You'll only receive email when they publish something new.

More from Sunu Pradana
All posts